adab ikhtilaf

Adab Ikhtilaf dalam Islam

Perbedaan pendapat (ikhtilaf) dalam memahami hukum-hukum syariat yang tidak bersifat pokok merupakan suatu kepastian yang tidak dapat dihindari.

Perbedaan juga merupakan rahmat terhadap umat dan kelonggaran baginya. Perbedaan pendapat mengenai hal-hal yan bersifat furu’ (cabang) dalam Islam menunjukkan akan luasnya khazanah keilmuan dalam Islam yang tidak akan pernah habis untuk senantiasa dikaji & dipelajari kembali.

Perbedaan pendapat khususnya menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan masalah furu’iyah kerap terjadi sejak zaman para sahabat, bahkan ketika Rasulullah masih hidup di tengah-tengah mereka. Namun hal terpenting yang harus dipahami serta senantiasa diteladani adalah bagaimana sikap para sahabat dalam menyikapi perbedaan yang ada. Hal ini menjadi penting untuk diketahui, karena sesungguhnya mereka adalah teladan kita.

Diantara Adab Ketika Mendapati Perbedaan Pendapat:

Mengikuti Manhaj Pertengahan dan Meninggalkan Sikap Berlebihan (Ghuluw) dalam Beragama

Yakni dengan mengikuti manhaj (cara beragama) yang pertengahan; yang seimbang dan adil, jauh dari sikap berlebihan atau pun mengurangi ajaran agama. Sikap ini merupakan faktor terpenting bagi setiap muslim demi tercapainya persatuan dan keakraban sesama.

Sikap yang berlebihan akan mengakibatkan kehancuran, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam (هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُوْنَ) “binasalah orang-orang yang berlebihan”, rasulullah menyebutkan hal ini sebanyak tiga kali sebagai peringatan akan kehancuran mereka [Shahih Muslim, 2670].

Meninggalkan Sikap Fanatik Terhadap Individu, Madzhab dan Golongan atau Ormas

Seseorang akan mampu bersikap ikhlas sepenuhnya kepada Allah dan senantiasa berpihak kepada kebenaran jika ia dapat membebaskan dirinya dari fanatisme terhadap pendapat individu, madzhab, ataupun golongan.

Yakni: ia tidak terpaku/taqlid kecuali jika sesuai dengan dalil; jika dilihatnya ada dalil yang menguatkan ia akan segera mengikutinya sekalipun bertentangan dengan madzhab yang dianutnya, atau bertentangan dengan perkataan imam yang dikaguminya atau golongan & ormas yang ia ikuti.

Sebagaimana Imam Syafi’i rahimahullah pernah berwasiat:

إذا وجدتم في كتابي خلافَ سنةِ رسول الله صلى الله عليه وسلم فقولوا بسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم ودعوا ما قلتُ

“Jika kalian menemukan dalam kitabku ada pendapat yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah sesuai sunnah tersebut, dan tinggalkanlah perkataanku. [Imam An-Nawawi dalam Al Majmu’ 1/63]

Imam Malik bin Anas pun pernah mengatakan hal yang sama yang dikutip oleh Ibnu Abdil Barr:

إنما أنا بشر أخطئ وأصيب فانظروا في رأيي فكل ما وافق الكتاب والسنة فخذوه وكل ما لم يوافق الكتاب والسنة فاتركوه

“Aku ini hanyalah manusia yang terkadang salah terkadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku, setiap pendapat yang sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya, maka ambillah. Dan yang tidak sesuai maka tinggalkanlah”. [Ibnu Abdil Barr dalam Al-Jami’: 2/32]

Dari penyataan para imam madzhab tersebut, kita ketahui bahwa imam-imam pendiri madzhab fiqih pun tidak mengajarkan ataupun menganjurkan fanatisme madzhab kepada para pengikutnya. Sehingga barangsiapa yang mengaku menganut dan berafiliasi kepada salah satu madzhab dari madzhab-madzhab imam empat yang ada, lantas kemudian ia bersikap fanatik terhadap madzhab yang ia anut, maka sejatinya ia tidak mengikuti wasiat imam madzhabnya.

Berprasangka Baik, Tidak Menyakiti ataupun Mencela

Diantara akhlak dasar yang sangat penting dalam pergaulan sesama muslim, apalagi dalam berbeda pendapat adalah hendaknya senantiasa berprasangka baik kepada orang lain ketika melihat amalan-amalan mereka. Disamping itu juga berusaha untuk tidak menyakiti perasaan ataupun mencela orang yang berbeda pendapat khususnya dalam masalah khilafiyah.

Kekeliruan seseorang dalam masalah ijtihadiyah tidak boleh dicela dan hendaknya dimaafkan. Bahkan mungkin saja ia memperoleh 1 pahala dari Allah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam. Demikianlah manhaj salafush shalih dalam berbeda pendapat yang menyangkut permasalahan ijtihadiyah. Mereka tidak saling mencela atau menyakiti, tetapi saling memuji sekalipun tetap berbeda pendapat.

Menjauhi Perdebatan dan Permusuhan Sengit

Faktor lain yang akan mendekatkan orang-orang yang berselisih dan berbeda pendapat adalah sikap menjauhi perdebatan, bantah-bantahan yang tercela dan permusuhan sengit. Karena Islam, sekalipun memerintahkan perdebatan, namun haruslah dengan cara yang baik. Islam mengecam perbantahan yang bertujuan mengalahkan lawan dengan segala cara, tanpa berpegang teguh kepada logika yang sehat dan timbangan yang bijaksana antara kedua belah pihak.

Perbedaan pendapat yang terjadi di tengah-tengan kaum muslimin saat ini khususnya yang menyangkut masalah khilafiyah, furu’iyah, ijtihadiyah akan menjadi suatu hal yang indah, keberagaman yang harmonis dan semangat toleransi yang tinggi, jika bisa disikapi dengan baik, arif dan bijaksana serta mengedepankan nilai-nilai ukhuwah Islamiyah. Sehingga Islam benar-benar akan tampil di muka bumi ini sebagai agama yang membawa rahmat bagi semesta alam.

Semoga Allah senantiasa memberikan taufik kepada kita untuk tetap istiqomah memegang syariat-Nya di zaman yang penuh fitnah ini, dan kita diberi pemahaman yang baik untuk menilai dan menyikapi suatu perbedaan yang terjadi antara kaum muslimin, Allahumma amin

(Disadur dari: https://mahadali.umy.ac.id/adab-ikhtilaf-dalam-islam/)

× Kontak kami