Tingkatan Manusia dalam Menerima Ilmu
Diterangkan dalam hadits shahih tentang suatu ilmu (al ‘ilmu) yang mana denganya Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- diutus melalui perantara wahyu ilahy untuk disampaikan dan diamalkan oleh ummatnya dengan sifat petunjuk (al huda). Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda:
"Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya, bagaikan hujan yang jatuh ke bumi. Sebagian bumi ada yang baik sehingga dapat menerima air dan menyimpannya kemudian menumbuhkan rerumputan dan tumbuhan yang banyak. Sebagian ada yang gersang (keras) tapi dapat menampung air lalu Allah memberikan manfaat kepada manusia dengannya, sehingga manusia bisa minum, menyiram dan bercocok tanam. Sedang sebagian yang lain bagaikan tanah gersang yang tidak bisa menahan air dan tidak pula menumbuhkan tanaman. Demikianlah perumpamaan orang yang pandai dalam agama Allah dan ilmu atau petunjuk-petunjuk dari Allah yang bisa memberi manfaat pada dirinya, dia belajar hingga pandai lalu mengajarkan ilmunya (kepada orang lain). Demikian pula perumpamaan orang yang tidak peduli dan yang tidak dapat menerima petunjuk ajaran Allah yang dengannya aku diutus." [Sahih Bukhori (42/1), dan Sahih Muslim (63/7) dari Abu Musa Al Asy’ary].
Penjelasan mengenai petunjuk dan ilmu yang dibawa oleh Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan perantara wahyu ilahy, dari proses sampainya kepada manusia, keadaan ketika menerima sampai apa yang dia amalkan dengan petunjuk dan ilmu tersebut dijelaskan seperti beberapa jenis tanah yang tertimpa hujan. Pertama,tanah yang baik, menerima air, dan menumbuhkan rumput yang banyak dan tanaman sehingga manusia bisa memanfaatkannya. Kedua, tanah yang tidak menumbuhkan tanaman, tetapi ia menahan air sehingga manusia bisa memanfaatkannya; mereka meminumnya, menyiram dan bercocok tanam. Ketiga, tanah atau bumi yang tidak bisa menahan air dan tidak menumbuhkan sesuatu pun.
Adapun keadaan manusia (ibarat tanah) setelah menerima ilmu dan petunjuk (ibarat air hujan) di mana Allah mengutus Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengannya terdapat tiga tingkatan juga. Tingkatan yang pertama adalah manusia yang memiliki pemahaman agama; ia mengetahui dan mengajarkan, orang-orang memanfaatkannya dan ia juga mendapatkan manfaat dengan ilmunya. Tingkatan kedua adalah kaum yang membawa petunjuk, tetapi mereka tidak memahami sesuatu pun dari petunjuk ini. Mereka itu adalah orang-orang yang meriwayatkan ilmu dan hadis, tapi mereka tidak memahaminya (menguasainya). Tingkatan terakhir adalah orang yang tidak memperhatikan ilmu dan petunjuk yang dibawa oleh Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, berpaling darinya, dan tidak mempedulikannya. Ini adalah orang yang tidak mendapatkan manfaat dari apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk dirinya sendiri dan tidak memberikan manfaat kepada orang lain, naudzu billahi min dzalik.
Dalam hadits ini petunjuk (al huda) diperumpamakan dengan hujan yang mana dia berkaitan dengan ilmu (al ilmu), ini menunjukkan tingginya derajat suatu ilmu dalam agama Islam, maka petunjuk yang dibawa oleh Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mencakup di dalamnya ilmu tersebut, bahkan sebagai sumbernya. Rincinya bahwa ilmu yang benar menurut pemahaman agama selalu terikat dengan petunjuk yang lurus yaitu amalan yang sesuai dengan sunnah nabawiyah. Ilmu dan petunjuk adalah seperti hujan yang bermanfaat menghidupkan bumi, sebagaimana keduanya menghidupkan hati seorang manusia, maka kehidupan manusia sesungguhnya akan sia-sia karena kealpaan ilmu di dalamnya, tentunya ilmu syar’i yang dimaksudkan. Jadi tahapan yang didorong oleh Islam untuk ummat manusia adalah berilmu dengan belajar sampai beramal untuk dirinya dan mengajarkan ilmunya untuk orang lain. Wallahu ‘alam bishawab.
Sumber:
- https//islamonline.net/العلم-والهدى-الذي-جاء-به-النبي-صلى-الله/?amp
Penulis:
Ustadz Muhamad Didik Khoirul Huda, S.E
حَفِظَهُ اللهُ
Posting Komentar